Tesis
Anak
sekolah dasar berada pada rentan usia 7 – 12 tahun. Di usia tersebut anak
berada pada fase perkembangan operasional konkret. Pada aspek bahasa, anak
sekolah dasar awal sudah menguasai sekitar 2.500 kata. Sedangkan di akhir
sekolah dasar telah memiliki 10.000 pembendaharaan kata. Dengan kata lain, anak
telah pandai membaca, mendengarkan, berkomunikasi dengan orang lain. Hal ini
pun membuat anak lebih banyak bertanya ketika seseorang membacakan sebuah
cerita. Terlebih menanyakan perihal waktu dan sebab akibat. Dalam hal ini
kegiatan berfikir anak menjadi lebih maju dan terasah. Mereka telah matang
untuk berbicara dan kebanyakan mempelajari bahasa orang lain dengan meniru
ucapan yang didengar. Didukung oleh guru di sekolah memberikan pembendaharaan kata
lebih banyak lagi dalam mata pelajaran bahasa. Dengan demikian, anak dapat
menggunakan bahasa sebagai alat untuk berkomunikasi, menyatakan pendapat,
menuangkan ide, mendapatkan informasi, dan mengembangkan kepribadiannya.
Anak
telah mempelajari dua bahasa sekaligus, diantaranya bahasa ibu dan bahasa
Indonesia. Bahasa ibu diperolah anak dari ibunya dalam lingkungan keluarga.
Bahasa ini bisa disebut sebagai bahasa daerah setempat dari seorang ibu kepada
anaknya. Dengan demikian, anak akan menggunakan bahasa ibu di lingkungan
keluarga dan masyarakat. Bahasa Indonesia diperoleh anak dari lingkungan
sekolah diajarkan oleh seorang guru dalam suatu mata pelajaran. Bahasa
Indonesia menjadi bahasa nasional untuk berkomunikasi satu sama lain dan
mengatasi perbedaan bahasa ibu. Kedwibahasaan diperoleh anak sebagai
pengetahuan dan keterampilan untuk komunikasi. Sehingga, anak akan mengerti
kapan menggunakan bahasa Indonesia dan kapan menggunakan bahasa daerah.
Argumen
Oksarr
berpendapat bahwa kedwibahasaan mengharuskan untuk dimiliki oleh kelompok bukan
individu, contohnya Belgia mewajibkan terampil berbahasa Belanda dan Perancis
sebagai bahasa nasionalnya. Lantas bagaimanakah dengan Indonesia? Apakah
Indonesia memperbolehkan adanya kedwibahasaan? Meskipun demikian, kedwibahasaan
di sini menunjukkan penggunaan dua bahasa oleh seseorang baik dalam bahasa
formal maupun non formal. Padahal, sebenarnya seseorang bisa saja memiliki lebih
dari satu atau dua bahasa tergantung dari individunya masing – masing. Namun
dengan adanya satu bahasa nasional saja itu pun sudah cukup sebagai alat
komunikasi atar daerah.
Rekomendasi
Peran
guru dalam mengatasi kedwibahasaan siswa dengan menetralkan sikap guru dan
mengambil tindakan positif terhadap masing – masing bahasa. Guru hendaknya dapat
memberikan arahan dan pemahaman kepada siswa dalam penggunaan dwibahasa. Masing
– masing bahasa memiliki tempat atau koridornya tersendiri. Bahasa ibu
dijadikan sebagai alat komunikasi di lingkungan keluarga dan masyarakat. Bahasa
Indonesia dijadikan sebagai alat komunikasi di berbagai daerah. Keduanya
memiliki peran, manfaat, kegunaan berbeda. Guru harus dapat menyeimbangkan
kedwibahasaan dan mengetahui proporsi penggunaan keduanya. Baiknya dalam
kegiatan resmi/formal siswa menggunakan bahasa Indonesia, dan sebaliknya.
Meskipun terdapat kegunaan dan fungsi lain dalam penggunaan bahasa Indonesia.
Serta guru pun wajib memberikan pengetahuan terhadap masing – masing bahasa,
seperti pembendaharaan kata, penggunaan kata, aturan – aturan bahasa, dll.
Sehingga siswa dapat menggunakan kedwibahasaan semaksimal mungkin sesuai
kebutuhan dan tentunya menciptakan berbagai ide/karya atas pengetahuan bahasa
tersebut.
Pemilihan
bahan ajar untuk mengajarkan bahasa Indonesia terbilang cukup variatif.
Terdapat bahan ajar berupa buku teks, cerita, sejarah, karya sastra, dan video
pembelajaran. Di dalam teks bacaan anak dapat mempelajari berbagai
pembendaharaan kata baik berupa makna denotasi maupun konotasi. Pemilihan diksi
karya sastra pun membuat anak tertarik dan akan mencari lebih jauh arti dari
diksi tersebut. Segala bentuk bahan ajar dikemas guru menjadi lebih variatif
dan menarik sehingga anak akan senang mempelajari bahasa.
Penilaian
pada siswa SD dilakukan berdasarkan penilaian dari berbagai aspek. Penilaian
ini termasuk ke dalam penilaian otentik dengan rubrik penilaian dari aspek
kognitif, afektif, dan psikomotor. Jadi, biasanya guru hanya mengukur tingkat
kognitif siswa untuk dijadikan penilaian. Tetapi sebenarnya ada aspek lain
untuk dinilai. Ketiga aspek ini melengkapi seluruh tindakan dan kegiatan siswa
selama belajar. Penilaian aspek afektif dan psikomotor juga sangat penting
untuk dinilai untuk mengetahui segala perkembangan siswa. Serta penilaian
dilakukan berdasarkan fakta lapangan, akurat, dan asli dengan tindakan dan
kegiatan siswa. Meskipun penilaian hanya sebagai penunjang administrasi.
Maka,
rekomendasi saya terhadap kedwibahasaan diantaranya siswa dapat menggunakan
kedua bahasa tepat pada posisi, tempat, dan kegunaan secara tepat dengan
memperhatikan kedudukan dan fungsi sebuah bahasa. Dengan demikian, kedua bahasa
dapat berjalan mengalir di kehidupan siswa dengan memiliki perannya masing –
masing. Tidak ada salahnya mempelajari bahasa lain, baik bahasa daerah lain
atau bahasa negara lain, karena dapat memperkaya pengetahuan dan pembendaharaan
bahasa. Hanya saja kita wajib mengetahui proporsinya masing – masing. Namun
tetaplah junjung bahasa nasional kita semua bahasa Indonesia sebagai bahasa
persatuan NKRI.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar